Baru saja aku menonton sebuah acara dokumenter di National Geography berjudul Is it real? yang mengangkat tema misteri ghost dan circle crops. Keren sekali semboyannya “saat misteri bertabrakan dengan sains”. Meski pendapat para believers dan skeptics dimunculkan bahkan diadu secara seimbang di awal, namun di akhir acara tetap saja dibuktikan secara ilmiah kalau hantu dan lingkaran misterius di ladang itu hanyalah omong kosong belaka. Lalu acara ditutup dengan pernyataan terakhir si skeptic yang menghimbau dengan nada skeptisnya kepada para penggila dunia paranormal untuk lebih mencari dan melakukan hal-hal yang lebih berguna daripada cuma melakukan ritual-ritual aneh atau perburuan bukti-bukti gaib saperti penampakan misalnya.
Aku setuju saja. Aku termasuk orang yang lebih berpihak pada logika dan tak mau ambil pusing dengan hal-hal yang berbau mistis, misterius, gaib, atau diluar kewajaran. Semua itu tak penting, seperti kata si skeptic, masih banyak hal yang lebih berguna dan masuk akal untuk dilakukan dan dipikirkan. Namun bagaimana bila ketidakwajaran itu dan kadang juga menyeramkan menimpa anda? Kemana aku harus mengadu saat aku sendiri yang mengalaminya??
Saat itu sore yang biasa. Siangnya aku tertidur pulas di ruang tengah dan Mama tidur di kamar. Tadi pagi adikku diajak pamanku jalan-jalan dan belum pulang. Adikku yang satu lagi keluyuran entah kemana. Papaku memang tak lagi di Jakarta. Beliau mendapat perkerjaan baru di kampung halamannya dan sekali dua bulan balik ke Jakarta mengunjungi kami.
Tiba-tiba aku terbangunkan oleh ketukan pintu yang lumayan kencang. Dengan mata yang masih setengah terbuka, aku periksa siapa yang datang. Ada orang tampak dari jendela berdiri di depan pintu ruang tamu. Ia berhenti mengetuk setelah melihat aku terbangun. Dengan sangat berat aku bangkit untuk membukakan pintu buat si tamu.
“Kurang ajar betul orang ini. Datang-datang bukannya memberi salam atau “permisi” kek gitu, malah main gedar-gedor aja, gak tau orang lagi tidur apa??” aku gusar dalam hati. Mungkin karena nyawa yang masih belum terkumpul aku jadi malas untuk menanyakan siapa gerangan dirinya sebelum membukakan pintu.
Azan ashar terdengar dari mesjid dekat rumah. Pintu dibuka dan aku dapati pamanku yang tadi mengajak adikku jalan-jalan berdiri kaku di luar. Heran aku melihatnya. Ia seperti orang yang kebingungan. Matanya menunjukan kalau dia juga sedang ketakutan. Hanya saja aku tak peduli. Langsung saja aku persilahkan pamanku itu masuk rumah.
“Masuklah Om, Uja mau sholat dulu ya…” aku berlalu kedalam rumah sampai akhirnya aku berhenti melangkah karena pamanku itu ternyata masih mematung di mulut pintu.
“Kenapa Om? Masuklah.” Keningku berkerut. Kenapa ini orang? Lagipula, mana adikku? Kenapa dia pulang sendirian dan sebegitu ketakutannya sampai tak sanggup masuk rumah? Belum sempat aku tanyakan pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba dia berbalik dan berlari keluar menuju motornya yang terpakir di depan rumah. Aku sontak menyusulnya keluar namun sesampai di teras Ia sudah berlalu. Aneh?
“Siapa tadi Ja?” Tanya Mama yang baru terbangun.
“Si Om Ma, gak tau mau ngapain tadi langsung pulang.”
“Si Fauzan?”
Aku hanya menjawab dengan mengangkat bahu dan menggeleng.
Jam lima sore aku membantu Mama menyiangi bayam buat makan malam. Mama yang juga sedang memasak mengangkat telepon dari adikku. Beliau terlihat begitu heran saat menyerahkan hape itu padaku.
“Uja bilang tadi Om datang?” tanyanya. Aku tak menjawab karena aku juga bingung.
“Hallo, Jan tadi Lu kemari sama Om?”
“enggak Nja? Kita dari tadi di Mall Cinere.”
“jam empat tadi pas azan Ashar?”
Terdengar dari ujung telepon sana adikku memberitahu pertanyaanku pada si Om di sampingnya dan terdengar juga samar-samar bahwa mereka saling keheranan.
“Kita dari siang Nja di Lebak Bulus terus ke Cinere. Salah orang kali Bonkja?” adikku memastikan dan terang saja otomatis membuat bulu kudukku berdiri. Tiba-tiba saja kedua tangan jadi dingin.
Pernah juga beberapa kali saat sendirian di rumah dan biasanya di jam-jam tidur siang, aku mengalami apa yang disebut orang ‘ditindihin jin’. Dari namanya sudah kebayang seremnya dan memang serem. Yang paling serem adalah saat aku sedang malas-malasan di tempat tidur di siang bolong. Aku sedang sms-an dengan seorang teman. Sambil menunggu balasan aku tidur-tidur ayam menghadap ke pintu kamar yang terbuka sedikit. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang masuk kamar padahal aku sendiri saja di rumah. Si pintu terlihat seperti bergeser tapi akhirnya aku mendapati pintu itu tetap di posisi sebelumnya. Dan tau-tau aku kembali merasakan seperti ada yang menaiki tempat tidur namun aku tak melihat apa-apa. Rasanya seperti bila kau sedang tiduran di spring bed mu dan kau lekatkan kuping ke permukaan kasur terus seseorang, bisa temanmu bisa istrimu, menaiki kasur. Bunyi per yang tertekan di dalam terdengar sekali dan bagaimana kasur itu bergerak turun tertindih akan terasa jelas kan? Nah seperti itulah yang aku alami.
Mahluk itu, apapun itu, terasa seperti menaiki kasur dari arah kaki ku lalu berbaring di belakang punggungku. Saking takutnya aku sampai tak bisa bergerak. Panik sejadi-jadinya dan yang membuatku semakin panik adalah, sekonyong-konyong aku didekap dari belakang. Bukan dicekik tapi seperti dicengkeram dengan kuat. Aku kalap. Berusaha teriak tapi suaraku selalu kembali tertelan. Meronta melawan tak berguna. Mahluk itu terlalu kuat. Tahu gini harusnya aku ikut les gulat.
Penyiksaan itu berlangsung mungkin sekitar setengah menit sampai saat hape ku berdering keras sekali. Kiranya ada sms masuk dan sms itu menyelamatkan ku. Si pegulat tak kasat mata di belakangku seperti hilang begitu saja meninggalkan aku yang keletihan dan keringat bercucuran. Kurang ajar betul ! Beraninya main belakang !! Pelajaran moral yang ku dapat dari kejadian-kejadian itu adalah jangan sering-sering kau tidur siang karena setan, hantu, mahluk halus, atau jin ifrit juga sangat benci sama pemalas.
Adikku yang pertama juga pernah didatangi tamu jadi-jadian. Suatu malam dia terbangun oleh ketukan dari orang di luar. Kiranya itu Papa. Agak kaget juga dia mengetahui Papa yang seharusnya di kampung tahu-tahu pulang tanpa bilang-bilang. Papa pun dipersilahkan masuk dan dibuatkan secangkir teh lalu adikku minta izin ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Katanya sih saat itu si Papa agak pendiam. Hampir persis seperti yang aku alami. Paginya adikku tak mendapati si Papa di rumah. Kami yang lain juga tak melihatnya dari pagi. Kami bahkan tak tahu kalau tadi malam beliau pulang. Adikku didera panik karena cangkir tehnya masih di atas meja, belum diminum sedikitpun, dan pintupun terbuka begitu saja semalaman. Adikku lupa menguncinya lagi tadi malam. Untungnya tak ada satupun barang yang hilang. Saat dikonfirmasi ternyata Papa masih di kampung dan tak kemana-mana semalaman. Nah lo !
Ibuku pun pernah mengalami hal-hal mistis seperti itu di rumah kami. Pernah beliau dan (lagi-lagi) adikku mendengar suara tangisan dari rumah sebelah. Adikku yang memang agak selon sudah mau mencari sumber suara saja ke rumah sebelah namun Mama melarangnya. Paginya ditanyakan ke tetangga kami yang tinggal di sebelah rumah kami tersebut tapi dia malah mengira ada yang nangis di rumah kami semalam.
Suara aneh-aneh dari tembok rumah sebelah ini pun muncul lagi menghantui Papa dan Mama yang sedang tidur di kamar. Mereka tahu kalau tetangga kami itu sedang tak ada di rumah dan rumah mereka kosong, jadi ini pasti ulah si hantu mencari perhatian. Mama ku ketakutan tapi Papa tidak. Beliau malah menendang tembok itu sambil marah-marah dalam bahasa Minang.
“Eh manga (ngapain) Ang (Elu) ganggu-ganggu kami. Diamlah ! Kami kan ndak ado (gak ada) manggaduah (mengganggu) kalian !!”
Dan ajaib suara itu pun berhenti. Ehm..pasti si hantu juga berasal dari Minang Kabau, sekampung dengan kami.
Sepertinya, memang rumahku (mungkin) yang agak angker. Salah seorang pamanku yang lain yang saat itu ikut membangun rumah ini bercerita pernah melihat seorang wanita berpakaian serba putih duduk di atas pohon depan rumah kami yang sekarang sudah tak ada karena sudah ditebang. Cerita yang satu itu agak sulit dipercaya berhubung si empunya cerita memang orang yang suka cari sensasi.
Namun sekarang sudah tak pernah lagi kejadian yang aneh-aneh di rumah kami. Tampaknya si hantu sudah mau berbagi tempat dengan kami atau malah sudah minggat? Cerita serem terakhir paling saat aku dan teman-temanku berkumpul di depan TV. Tiba-tiba saat sedang ngobrol salah seorang teman terkejut. Dia bilang dia merasa seperti baru saja ada yang membelai punggungnya padahal tak ada siapa-siapa di belakangnya. Mungkin saja hantunya adalah seorang wanita penggemar punggung pria-pria tampan seperti aku dan temanku itu. Hehehe…
Nah bila sudah mengalami kejadian-kejadian itu bagaimana aku harus bertindak? Aku tak mampu menemukan penjelasan ilmiah apapun untuk menerangkan fenomena-fenomena tersebut. Namun yah biarlah begitu. Aku tak harus ambil pusing dan ketakutan berlebihan. Karena sesungguhnya dari pada dunia lain itu, dunia dan kehidupan nyata di dalamnya juga tak kalah menyeramkan dan bahkan lebih kejam. Aku pernah bergulat dengan hantu, tapi tak pernah sesakit saat aku dihina hanya karena tak punya laptop.
Aku setuju saja. Aku termasuk orang yang lebih berpihak pada logika dan tak mau ambil pusing dengan hal-hal yang berbau mistis, misterius, gaib, atau diluar kewajaran. Semua itu tak penting, seperti kata si skeptic, masih banyak hal yang lebih berguna dan masuk akal untuk dilakukan dan dipikirkan. Namun bagaimana bila ketidakwajaran itu dan kadang juga menyeramkan menimpa anda? Kemana aku harus mengadu saat aku sendiri yang mengalaminya??
Saat itu sore yang biasa. Siangnya aku tertidur pulas di ruang tengah dan Mama tidur di kamar. Tadi pagi adikku diajak pamanku jalan-jalan dan belum pulang. Adikku yang satu lagi keluyuran entah kemana. Papaku memang tak lagi di Jakarta. Beliau mendapat perkerjaan baru di kampung halamannya dan sekali dua bulan balik ke Jakarta mengunjungi kami.
Tiba-tiba aku terbangunkan oleh ketukan pintu yang lumayan kencang. Dengan mata yang masih setengah terbuka, aku periksa siapa yang datang. Ada orang tampak dari jendela berdiri di depan pintu ruang tamu. Ia berhenti mengetuk setelah melihat aku terbangun. Dengan sangat berat aku bangkit untuk membukakan pintu buat si tamu.
“Kurang ajar betul orang ini. Datang-datang bukannya memberi salam atau “permisi” kek gitu, malah main gedar-gedor aja, gak tau orang lagi tidur apa??” aku gusar dalam hati. Mungkin karena nyawa yang masih belum terkumpul aku jadi malas untuk menanyakan siapa gerangan dirinya sebelum membukakan pintu.
Azan ashar terdengar dari mesjid dekat rumah. Pintu dibuka dan aku dapati pamanku yang tadi mengajak adikku jalan-jalan berdiri kaku di luar. Heran aku melihatnya. Ia seperti orang yang kebingungan. Matanya menunjukan kalau dia juga sedang ketakutan. Hanya saja aku tak peduli. Langsung saja aku persilahkan pamanku itu masuk rumah.
“Masuklah Om, Uja mau sholat dulu ya…” aku berlalu kedalam rumah sampai akhirnya aku berhenti melangkah karena pamanku itu ternyata masih mematung di mulut pintu.
“Kenapa Om? Masuklah.” Keningku berkerut. Kenapa ini orang? Lagipula, mana adikku? Kenapa dia pulang sendirian dan sebegitu ketakutannya sampai tak sanggup masuk rumah? Belum sempat aku tanyakan pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba dia berbalik dan berlari keluar menuju motornya yang terpakir di depan rumah. Aku sontak menyusulnya keluar namun sesampai di teras Ia sudah berlalu. Aneh?
“Siapa tadi Ja?” Tanya Mama yang baru terbangun.
“Si Om Ma, gak tau mau ngapain tadi langsung pulang.”
“Si Fauzan?”
Aku hanya menjawab dengan mengangkat bahu dan menggeleng.
Jam lima sore aku membantu Mama menyiangi bayam buat makan malam. Mama yang juga sedang memasak mengangkat telepon dari adikku. Beliau terlihat begitu heran saat menyerahkan hape itu padaku.
“Uja bilang tadi Om datang?” tanyanya. Aku tak menjawab karena aku juga bingung.
“Hallo, Jan tadi Lu kemari sama Om?”
“enggak Nja? Kita dari tadi di Mall Cinere.”
“jam empat tadi pas azan Ashar?”
Terdengar dari ujung telepon sana adikku memberitahu pertanyaanku pada si Om di sampingnya dan terdengar juga samar-samar bahwa mereka saling keheranan.
“Kita dari siang Nja di Lebak Bulus terus ke Cinere. Salah orang kali Bonkja?” adikku memastikan dan terang saja otomatis membuat bulu kudukku berdiri. Tiba-tiba saja kedua tangan jadi dingin.
Pernah juga beberapa kali saat sendirian di rumah dan biasanya di jam-jam tidur siang, aku mengalami apa yang disebut orang ‘ditindihin jin’. Dari namanya sudah kebayang seremnya dan memang serem. Yang paling serem adalah saat aku sedang malas-malasan di tempat tidur di siang bolong. Aku sedang sms-an dengan seorang teman. Sambil menunggu balasan aku tidur-tidur ayam menghadap ke pintu kamar yang terbuka sedikit. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang masuk kamar padahal aku sendiri saja di rumah. Si pintu terlihat seperti bergeser tapi akhirnya aku mendapati pintu itu tetap di posisi sebelumnya. Dan tau-tau aku kembali merasakan seperti ada yang menaiki tempat tidur namun aku tak melihat apa-apa. Rasanya seperti bila kau sedang tiduran di spring bed mu dan kau lekatkan kuping ke permukaan kasur terus seseorang, bisa temanmu bisa istrimu, menaiki kasur. Bunyi per yang tertekan di dalam terdengar sekali dan bagaimana kasur itu bergerak turun tertindih akan terasa jelas kan? Nah seperti itulah yang aku alami.
Mahluk itu, apapun itu, terasa seperti menaiki kasur dari arah kaki ku lalu berbaring di belakang punggungku. Saking takutnya aku sampai tak bisa bergerak. Panik sejadi-jadinya dan yang membuatku semakin panik adalah, sekonyong-konyong aku didekap dari belakang. Bukan dicekik tapi seperti dicengkeram dengan kuat. Aku kalap. Berusaha teriak tapi suaraku selalu kembali tertelan. Meronta melawan tak berguna. Mahluk itu terlalu kuat. Tahu gini harusnya aku ikut les gulat.
Penyiksaan itu berlangsung mungkin sekitar setengah menit sampai saat hape ku berdering keras sekali. Kiranya ada sms masuk dan sms itu menyelamatkan ku. Si pegulat tak kasat mata di belakangku seperti hilang begitu saja meninggalkan aku yang keletihan dan keringat bercucuran. Kurang ajar betul ! Beraninya main belakang !! Pelajaran moral yang ku dapat dari kejadian-kejadian itu adalah jangan sering-sering kau tidur siang karena setan, hantu, mahluk halus, atau jin ifrit juga sangat benci sama pemalas.
Adikku yang pertama juga pernah didatangi tamu jadi-jadian. Suatu malam dia terbangun oleh ketukan dari orang di luar. Kiranya itu Papa. Agak kaget juga dia mengetahui Papa yang seharusnya di kampung tahu-tahu pulang tanpa bilang-bilang. Papa pun dipersilahkan masuk dan dibuatkan secangkir teh lalu adikku minta izin ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Katanya sih saat itu si Papa agak pendiam. Hampir persis seperti yang aku alami. Paginya adikku tak mendapati si Papa di rumah. Kami yang lain juga tak melihatnya dari pagi. Kami bahkan tak tahu kalau tadi malam beliau pulang. Adikku didera panik karena cangkir tehnya masih di atas meja, belum diminum sedikitpun, dan pintupun terbuka begitu saja semalaman. Adikku lupa menguncinya lagi tadi malam. Untungnya tak ada satupun barang yang hilang. Saat dikonfirmasi ternyata Papa masih di kampung dan tak kemana-mana semalaman. Nah lo !
Ibuku pun pernah mengalami hal-hal mistis seperti itu di rumah kami. Pernah beliau dan (lagi-lagi) adikku mendengar suara tangisan dari rumah sebelah. Adikku yang memang agak selon sudah mau mencari sumber suara saja ke rumah sebelah namun Mama melarangnya. Paginya ditanyakan ke tetangga kami yang tinggal di sebelah rumah kami tersebut tapi dia malah mengira ada yang nangis di rumah kami semalam.
Suara aneh-aneh dari tembok rumah sebelah ini pun muncul lagi menghantui Papa dan Mama yang sedang tidur di kamar. Mereka tahu kalau tetangga kami itu sedang tak ada di rumah dan rumah mereka kosong, jadi ini pasti ulah si hantu mencari perhatian. Mama ku ketakutan tapi Papa tidak. Beliau malah menendang tembok itu sambil marah-marah dalam bahasa Minang.
“Eh manga (ngapain) Ang (Elu) ganggu-ganggu kami. Diamlah ! Kami kan ndak ado (gak ada) manggaduah (mengganggu) kalian !!”
Dan ajaib suara itu pun berhenti. Ehm..pasti si hantu juga berasal dari Minang Kabau, sekampung dengan kami.
Sepertinya, memang rumahku (mungkin) yang agak angker. Salah seorang pamanku yang lain yang saat itu ikut membangun rumah ini bercerita pernah melihat seorang wanita berpakaian serba putih duduk di atas pohon depan rumah kami yang sekarang sudah tak ada karena sudah ditebang. Cerita yang satu itu agak sulit dipercaya berhubung si empunya cerita memang orang yang suka cari sensasi.
Namun sekarang sudah tak pernah lagi kejadian yang aneh-aneh di rumah kami. Tampaknya si hantu sudah mau berbagi tempat dengan kami atau malah sudah minggat? Cerita serem terakhir paling saat aku dan teman-temanku berkumpul di depan TV. Tiba-tiba saat sedang ngobrol salah seorang teman terkejut. Dia bilang dia merasa seperti baru saja ada yang membelai punggungnya padahal tak ada siapa-siapa di belakangnya. Mungkin saja hantunya adalah seorang wanita penggemar punggung pria-pria tampan seperti aku dan temanku itu. Hehehe…
Nah bila sudah mengalami kejadian-kejadian itu bagaimana aku harus bertindak? Aku tak mampu menemukan penjelasan ilmiah apapun untuk menerangkan fenomena-fenomena tersebut. Namun yah biarlah begitu. Aku tak harus ambil pusing dan ketakutan berlebihan. Karena sesungguhnya dari pada dunia lain itu, dunia dan kehidupan nyata di dalamnya juga tak kalah menyeramkan dan bahkan lebih kejam. Aku pernah bergulat dengan hantu, tapi tak pernah sesakit saat aku dihina hanya karena tak punya laptop.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar