Senin, 29 Maret 2010

Saat Misteri Bertabrakan Dengan Sains (Jangan dibaca sendiri...)

Baru saja aku menonton sebuah acara dokumenter di National Geography berjudul Is it real? yang mengangkat tema misteri ghost dan circle crops. Keren sekali semboyannya “saat misteri bertabrakan dengan sains”. Meski pendapat para believers dan skeptics dimunculkan bahkan diadu secara seimbang di awal, namun di akhir acara tetap saja dibuktikan secara ilmiah kalau hantu dan lingkaran misterius di ladang itu hanyalah omong kosong belaka. Lalu acara ditutup dengan pernyataan terakhir si skeptic yang menghimbau dengan nada skeptisnya kepada para penggila dunia paranormal untuk lebih mencari dan melakukan hal-hal yang lebih berguna daripada cuma melakukan ritual-ritual aneh atau perburuan bukti-bukti gaib saperti penampakan misalnya.
Aku setuju saja. Aku termasuk orang yang lebih berpihak pada logika dan tak mau ambil pusing dengan hal-hal yang berbau mistis, misterius, gaib, atau diluar kewajaran. Semua itu tak penting, seperti kata si skeptic, masih banyak hal yang lebih berguna dan masuk akal untuk dilakukan dan dipikirkan. Namun bagaimana bila ketidakwajaran itu dan kadang juga menyeramkan menimpa anda? Kemana aku harus mengadu saat aku sendiri yang mengalaminya??
Saat itu sore yang biasa. Siangnya aku tertidur pulas di ruang tengah dan Mama tidur di kamar. Tadi pagi adikku diajak pamanku jalan-jalan dan belum pulang. Adikku yang satu lagi keluyuran entah kemana. Papaku memang tak lagi di Jakarta. Beliau mendapat perkerjaan baru di kampung halamannya dan sekali dua bulan balik ke Jakarta mengunjungi kami.
Tiba-tiba aku terbangunkan oleh ketukan pintu yang lumayan kencang. Dengan mata yang masih setengah terbuka, aku periksa siapa yang datang. Ada orang tampak dari jendela berdiri di depan pintu ruang tamu. Ia berhenti mengetuk setelah melihat aku terbangun. Dengan sangat berat aku bangkit untuk membukakan pintu buat si tamu.
“Kurang ajar betul orang ini. Datang-datang bukannya memberi salam atau “permisi” kek gitu, malah main gedar-gedor aja, gak tau orang lagi tidur apa??” aku gusar dalam hati. Mungkin karena nyawa yang masih belum terkumpul aku jadi malas untuk menanyakan siapa gerangan dirinya sebelum membukakan pintu.
Azan ashar terdengar dari mesjid dekat rumah. Pintu dibuka dan aku dapati pamanku yang tadi mengajak adikku jalan-jalan berdiri kaku di luar. Heran aku melihatnya. Ia seperti orang yang kebingungan. Matanya menunjukan kalau dia juga sedang ketakutan. Hanya saja aku tak peduli. Langsung saja aku persilahkan pamanku itu masuk rumah.
“Masuklah Om, Uja mau sholat dulu ya…” aku berlalu kedalam rumah sampai akhirnya aku berhenti melangkah karena pamanku itu ternyata masih mematung di mulut pintu.
“Kenapa Om? Masuklah.” Keningku berkerut. Kenapa ini orang? Lagipula, mana adikku? Kenapa dia pulang sendirian dan sebegitu ketakutannya sampai tak sanggup masuk rumah? Belum sempat aku tanyakan pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba dia berbalik dan berlari keluar menuju motornya yang terpakir di depan rumah. Aku sontak menyusulnya keluar namun sesampai di teras Ia sudah berlalu. Aneh?
“Siapa tadi Ja?” Tanya Mama yang baru terbangun.
“Si Om Ma, gak tau mau ngapain tadi langsung pulang.”
“Si Fauzan?”
Aku hanya menjawab dengan mengangkat bahu dan menggeleng.
Jam lima sore aku membantu Mama menyiangi bayam buat makan malam. Mama yang juga sedang memasak mengangkat telepon dari adikku. Beliau terlihat begitu heran saat menyerahkan hape itu padaku.
“Uja bilang tadi Om datang?” tanyanya. Aku tak menjawab karena aku juga bingung.
“Hallo, Jan tadi Lu kemari sama Om?”
“enggak Nja? Kita dari tadi di Mall Cinere.”
“jam empat tadi pas azan Ashar?”
Terdengar dari ujung telepon sana adikku memberitahu pertanyaanku pada si Om di sampingnya dan terdengar juga samar-samar bahwa mereka saling keheranan.
“Kita dari siang Nja di Lebak Bulus terus ke Cinere. Salah orang kali Bonkja?” adikku memastikan dan terang saja otomatis membuat bulu kudukku berdiri. Tiba-tiba saja kedua tangan jadi dingin.
Pernah juga beberapa kali saat sendirian di rumah dan biasanya di jam-jam tidur siang, aku mengalami apa yang disebut orang ‘ditindihin jin’. Dari namanya sudah kebayang seremnya dan memang serem. Yang paling serem adalah saat aku sedang malas-malasan di tempat tidur di siang bolong. Aku sedang sms-an dengan seorang teman. Sambil menunggu balasan aku tidur-tidur ayam menghadap ke pintu kamar yang terbuka sedikit. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang masuk kamar padahal aku sendiri saja di rumah. Si pintu terlihat seperti bergeser tapi akhirnya aku mendapati pintu itu tetap di posisi sebelumnya. Dan tau-tau aku kembali merasakan seperti ada yang menaiki tempat tidur namun aku tak melihat apa-apa. Rasanya seperti bila kau sedang tiduran di spring bed mu dan kau lekatkan kuping ke permukaan kasur terus seseorang, bisa temanmu bisa istrimu, menaiki kasur. Bunyi per yang tertekan di dalam terdengar sekali dan bagaimana kasur itu bergerak turun tertindih akan terasa jelas kan? Nah seperti itulah yang aku alami.
Mahluk itu, apapun itu, terasa seperti menaiki kasur dari arah kaki ku lalu berbaring di belakang punggungku. Saking takutnya aku sampai tak bisa bergerak. Panik sejadi-jadinya dan yang membuatku semakin panik adalah, sekonyong-konyong aku didekap dari belakang. Bukan dicekik tapi seperti dicengkeram dengan kuat. Aku kalap. Berusaha teriak tapi suaraku selalu kembali tertelan. Meronta melawan tak berguna. Mahluk itu terlalu kuat. Tahu gini harusnya aku ikut les gulat.
Penyiksaan itu berlangsung mungkin sekitar setengah menit sampai saat hape ku berdering keras sekali. Kiranya ada sms masuk dan sms itu menyelamatkan ku. Si pegulat tak kasat mata di belakangku seperti hilang begitu saja meninggalkan aku yang keletihan dan keringat bercucuran. Kurang ajar betul ! Beraninya main belakang !! Pelajaran moral yang ku dapat dari kejadian-kejadian itu adalah jangan sering-sering kau tidur siang karena setan, hantu, mahluk halus, atau jin ifrit juga sangat benci sama pemalas.
Adikku yang pertama juga pernah didatangi tamu jadi-jadian. Suatu malam dia terbangun oleh ketukan dari orang di luar. Kiranya itu Papa. Agak kaget juga dia mengetahui Papa yang seharusnya di kampung tahu-tahu pulang tanpa bilang-bilang. Papa pun dipersilahkan masuk dan dibuatkan secangkir teh lalu adikku minta izin ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Katanya sih saat itu si Papa agak pendiam. Hampir persis seperti yang aku alami. Paginya adikku tak mendapati si Papa di rumah. Kami yang lain juga tak melihatnya dari pagi. Kami bahkan tak tahu kalau tadi malam beliau pulang. Adikku didera panik karena cangkir tehnya masih di atas meja, belum diminum sedikitpun, dan pintupun terbuka begitu saja semalaman. Adikku lupa menguncinya lagi tadi malam. Untungnya tak ada satupun barang yang hilang. Saat dikonfirmasi ternyata Papa masih di kampung dan tak kemana-mana semalaman. Nah lo !
Ibuku pun pernah mengalami hal-hal mistis seperti itu di rumah kami. Pernah beliau dan (lagi-lagi) adikku mendengar suara tangisan dari rumah sebelah. Adikku yang memang agak selon sudah mau mencari sumber suara saja ke rumah sebelah namun Mama melarangnya. Paginya ditanyakan ke tetangga kami yang tinggal di sebelah rumah kami tersebut tapi dia malah mengira ada yang nangis di rumah kami semalam.
Suara aneh-aneh dari tembok rumah sebelah ini pun muncul lagi menghantui Papa dan Mama yang sedang tidur di kamar. Mereka tahu kalau tetangga kami itu sedang tak ada di rumah dan rumah mereka kosong, jadi ini pasti ulah si hantu mencari perhatian. Mama ku ketakutan tapi Papa tidak. Beliau malah menendang tembok itu sambil marah-marah dalam bahasa Minang.
“Eh manga (ngapain) Ang (Elu) ganggu-ganggu kami. Diamlah ! Kami kan ndak ado (gak ada) manggaduah (mengganggu) kalian !!”
Dan ajaib suara itu pun berhenti. Ehm..pasti si hantu juga berasal dari Minang Kabau, sekampung dengan kami.
Sepertinya, memang rumahku (mungkin) yang agak angker. Salah seorang pamanku yang lain yang saat itu ikut membangun rumah ini bercerita pernah melihat seorang wanita berpakaian serba putih duduk di atas pohon depan rumah kami yang sekarang sudah tak ada karena sudah ditebang. Cerita yang satu itu agak sulit dipercaya berhubung si empunya cerita memang orang yang suka cari sensasi.
Namun sekarang sudah tak pernah lagi kejadian yang aneh-aneh di rumah kami. Tampaknya si hantu sudah mau berbagi tempat dengan kami atau malah sudah minggat? Cerita serem terakhir paling saat aku dan teman-temanku berkumpul di depan TV. Tiba-tiba saat sedang ngobrol salah seorang teman terkejut. Dia bilang dia merasa seperti baru saja ada yang membelai punggungnya padahal tak ada siapa-siapa di belakangnya. Mungkin saja hantunya adalah seorang wanita penggemar punggung pria-pria tampan seperti aku dan temanku itu. Hehehe…
Nah bila sudah mengalami kejadian-kejadian itu bagaimana aku harus bertindak? Aku tak mampu menemukan penjelasan ilmiah apapun untuk menerangkan fenomena-fenomena tersebut. Namun yah biarlah begitu. Aku tak harus ambil pusing dan ketakutan berlebihan. Karena sesungguhnya dari pada dunia lain itu, dunia dan kehidupan nyata di dalamnya juga tak kalah menyeramkan dan bahkan lebih kejam. Aku pernah bergulat dengan hantu, tapi tak pernah sesakit saat aku dihina hanya karena tak punya laptop.

Minggu, 21 Maret 2010

Bersantai di Pantai


Bisa dibilang aku ini penggemar pantai. Siapa juga yang tak suka pantai? Orang mungkin akan tertawa karena mungkin aku jarang ke pantai tapi percayalah, itu semua bukan karena sok sibuk tapi lebih karena masalah financial. Beneran deh, cuma karena duit dikit jadi jarang ke pantai, ih..beneran sumpah. Masa gak percaya banget sih, emang aku segitu tampang kaya-nya apa sampai situ gak percaya gitu? (sewot…)
Aku paling seneng dengan pasir putih bersih disenggol-senggol ombak yang makin kesana makin tinggi saja gulungannya. Sering aku jadi sumringah dengan gradasi warna laut yang dari biru muda, turquoise, sampai makin dalam makin pekat birunya. Apalagi kalau langit lagi cerah-cerahnya dan dari kejauhan ada segerombolan burung-burung pantai terbang melintas dengan sombongnya, akan ajaib sekali momen itu. Pokoknya aku senang sekali bersantai di pantai dan yang paling ajaib tentu saja sunsetnya. Saat-saat mempersilahkan matahari mohon pamit itu benar-benar mendebarkan. Sunset di pantai yang terindah ya tentu saja sunsetnya pantai Kuta. Sewaktu KKL ke Bali kami (Alhamdulilah..) sempat mampir di pantai Kuta sore-sore. Saat teman-teman yang lain main air di laut, berbelanja, atau ngecengin bule, aku malah cuma duduk-duduk ngeliatin matahari tenggelam di laut dan tak ada yang nolongin. Kuta memang melegenda keindahannya cuma sayangnya memang agak sedikit kotor itu pantai, mungkin karena sudah menjadi tujuan wisata berskala internaisonal sejak dulu.

Kalau mau pantai yang agak sepi silahkan ke pantai Tiku di pesisir Sumatera Barat. Kalau bisa pakai motor kesana jadi bisa berburu pantai yang bener-bener sepi. Kita jadi bisa merasa seakan-akan ini pantai milik kita sendiri. Yang unik dari pantai di daerah Tiku, paling tidak menurutku, adalah pantai ini berpagarkan pohon pinus. Setahuku sih pantai di daerah tropis itu akrab dengan pohon-pohon kelapa. Sewaktu memasuki daerah pantai kami memang disambut sama kebun kelapa, tapi makin mendekati bibir pantai nongollah barisan pohon pinus yang tak habis-habis sejauh mata memandang. Pantai dan lautnya juga masih bersih karena memang tak seramai dan seterkenal Kuta. Disana kita juga bisa nontonin matahari tenggelam dan tak ada yang menolong sambil makan sate Pariaman yang gurih racikan ajo-ajo (penjual sate Padang).

Selain di Tiku, aku juga pernah nyaksiin sunset di pantai Padang. Indah memang tapi tak terlalu berkesan. Terlalu ramai mungkin sama warga kota yang juga mau menyambut malam minggu. Yang paling berkesan dari pantai-pantai di Sumbar adalah aroma asap sate Padang yang lalu-lalang di udara pantai. Baunya semerbak bikin perut terus saja keroncongan walau baru saja makan.
Pantai yang melegenda juga ada tak jauh dari pusat kota yakni Pantai Aia Manih (Air Manis). Kita langsung disambut dengan legenda Malin Kundang setiba disana. Disana teronggok bebatuan yang bila diperhatikan lebih seksama terlihat seperti sebuah kapal pecah lengkap dengan tali temalinya. Tak jauh dari kapal batu itu teronggok juga sebuah batu menyerupai manusia yang sedang bersujud. Kiranya itulah dia Malin Kundang si Anak Durhaka. Masyarakat sekitar percaya kalau itu adalah sisa-sisa kutukan terhadap Malin yang durhaka karena tak mau mengakui ibunya sendiri. Aku memang tak percaya 100% Cuma ya aku juga tak berusaha mencari tahu kebenaran dari batu-batu itu apa memang asli dari sananya atau cuma hasil pahatan untuk mendongkrak pariwisata. Tak pentinglah, itu malah cuma bikin rusak acara jalan-jalanku saja.
Aku yang waktu itu masih kecil dengan cueknya berjalan kebelakang si Malin dan menendang pantatnya lalu duduk-duduk diatas punggungnya. “Rasakan itu Malin ! Makanya jangan sembarangan sama orang tua ! Untung tak dikutuknya kau jadi jamban !!”
Belum lama ini aku juga merambah pantai Pelabuhan Ratu. Cuma berhubung pergi bersama keluarga jadi kurang leluasa, maunya sih sampai sore disitu sambil ngerujak. Yang paling dekat ya jelas pantai Ancol. Kesini sih cukup sering. Baik sama keluarga atau sama teman-teman. Pengen sih kesana sama pacar tapi kapan yah…??
Pantai yang juga lumayan asik dan deket dari Jakarta ya tak lain tak bukan, Pantai Anyer. Aku sempat juga kesana sambil mengunjungi rumah temanku di Cilegon. Lumayan serulah di Anyer, cuma sayangnya tak jadi naik banana boat gara-gara kelamaan kompromi.
Satu lagi pantai yang sebenarnya dekat tapi koq bisa-bisanya aku belum pernah kesana, yakni Pelabuhan Sunda Kelapa. Meski bukan berupa pantai pasir putih konvensional, aku penasaran sangat ingin lihat-lihat komplek pelabuhan dengan bangunan-bangunan tuanya yang bernilai sejarah tinggi serta kapal dan perahu-perahu di kampung nelayan.
Belum lama ini aku sama beberapa temanku, Neno dan Aki merencanakan buat jalan-jalan sekelas ke Pantai Pangandaran dengan Green Canyonya liburan nanti. Satu hal yang ingin aku lakukan disana adalah berenang di laut. Selama ini kalau ke pantai ya cuma duduk-duduk atau kalau pun ke lautnya cuma main air saja. Membosankan ! Semoga saja rencana ini dapat dukungan penuh dari teman-teman, amin !
Oiya, aku akhirnya selesai juga membaca Naked Traveler karya Trinity. Disana diceritakan dia pernah bertanya ke seorang Italia apakah pernah ke Indonesia. Si Italia bilang dia pernah selama dua minggu di Pulau Cubadak. Trinity pun sontak kaget. Koq bisa-bisanya ke Indonesia Cuma dua minggu tapi gak ke Bali atau Jakarta? Dia lalu mencari tahu pulau Cubadak yang terkenal di luar negeri tapi asing di negeri sendiri. Kiranya pulau itu ada di Sumatera Barat (lagi-lagi, hehe…). Eh tadi pagi aku nonton Celebrity On Vacation, si Thalita Latief lagi jalan-jalan ke Sumbar. Dia keliling-keliling Bukit Tinggi, Off Road-an di Ngarai Sianyok, nonton Pacu Jawi (balap sapi) di Batu Sangkar, dan leyeh-leyeh di Pulau Cubadak. Cukup naik speedboat dari pantai Carocok. Ternyata pantainya memang wah ! Masih sangat asri dan sepi. Cuma hanya ada beberapa bungalow saja selebihnya hutan perawan dan lautan tenang dengan ombak bersekala ringan. Indah, bersih, dan tenang. Jadi pengen juga kesana. Cuma sayangnya pemilik resor disana adalah orang Italia dan kebanyakan tamunya bule. Yang menyambut dari bibir pantai saja orang bule. Sudah bisa diprediksi pasti berbudget mahal akomodasi disana. Hupf…lagi-lagi masalah klasik, DUIT !!
Tadi pagi aku juga nonton Jelajah yang menampilkan sebuah pantai karang yang keren banget di Jogja. Aku lupa namanya. Disana banyak nelayan darat yang berburu lobster sama bulu babi waktu air laut surut. Harus kesana juga nih. Ada juga tebing-tebing karang menjulang mirip di pantai Tanah Lot. Aku juga pernah kesana lho waktu KKL. Tanah Lot selayaknya Kuta, keindahanya yang melegenda itu ternyata nyata. Waktu itu kami juga ber sunset ria sambil menyaksikan upacara agama Hindu di pura di atas batu karang.
Tapi untuk dalam waktu dekat ini sebaiknya berkonsentrasi dengan rencana besar ke Pangandaran dan Kayaking di Green Canyon. Aku sampai tak bisa tidur dibuat rencana itu. Hehehe..berlebihan memang.

Bercermin di Ancol


Hari telah larut senja di Ancol saat kami duduk-duduk berkumpul di atas jembatan kayu itu. Tadi sore kami berleyeh-leyeh di pantai yang bertaburkan pasir bangunan. Benar-benar bukan ide bagus untuk menguruk tepian laut dengan pasir kasar yang tak sedap dipandang itu hanya untuk memperluas pantai, yah sekali lagi memang untuk alasan ekonomis. Air laut pun ikut menghitam dibuatnya. Namun tetap saja dasar orang udik aku semangat untuk salto dalam air (berhubung tak bisa salto di luar air..).
Aku dan teman-teman sekelas senang sekali mengamalkan salah satu ajaran kaum hedonis, jalan-jalan. Kami yang bermotor ke kampus membentuk kumpulan tak formal yang selalu mengagendakan traveling dalam kota dadakan. Beberapa dari manusia-manusia itu menamai perkumpulan ini, The Compromers. Nama itu kami ambil saat baru bertemu Engglish Grammar class, makanya bahasanya bisa kacau begitu (harusnya 'The Compromisers' kan...?). kenapa The Compromers? Jelas karena sering bahkan di detik kami menyalakan mesin motor kami masih tak tahu mau kemana. Akan lebih lama waktu yang dipakai untuk berkompromi menentukan tujuan dari pada perjalanannya itu sendiri. Padahal semuanya seakaan terlihat sudah siap. Seorang dosen lupa untuk mengabari ketidakhadirannya dan kami sekelas jadi terbengkalai di kampus. Tak rela diperlakukan seperti itu kami memutuskan untuk jalan-jalan. Motor-motor sudah siap dan uang saku sudah bisa dibilang cukup. Hanya saja kami belum tahu mau kemana. Setengah jam berlalu dan kami mungkin masih berdebat perihal tujuan perjalanan untuk hari itu. Satu jam terlewat dan masih belum keluar keputusan. Dua jam sudah tak terasa dan beberapa dari kami ada yang ijin kebelakang mau pipis. Dan akhirnya diputuskan kami hanya akan mengikuti kemana kaki melangkah dan setang motor berbelok.
Kali ini kami jalan-jalan ke Pantai Ancol. Pantainya saja dulu, Dufannya bisa menyusul kalau kantong mengizinkan. Tak banyak yang dapat dilakukan disana. Kami hanya leyeh-leyeh, makan rujak, main air (bukan berenang), fata-foto, pijat refleksi, dan shalat lima waktu.
Matahari sudah permisi pulang dan angin laut dari daratan mulai bertiup-tiup aggressive. Kami makin kedinginan dengan baju basah yang melekat karna main air sore tadi di laut. Ini juga akibat fatal jalan-jalan dadakan, masa iya tidak bawa baju ganti ke pantai? Sama saja seperti shalat pakai celana pendek.
Entah ide siapa sehingga kami saling menulis pendapat pribadi tentang semua teman kami yang ada saat itu. Pendapat-pendapat itu ditulis di kertas selembar, ehm…robekan kertas tepatnya dan inilah yang aku dapat…

Uja itu…

Menurut si A
• Pendiem
• Gila kadang-kadang
• Weird
• Suka tercium bau-bau aneh dari badannya he…he…
• Tatapan matanya tajam (Menusuk Gw !!)
• Senyumnya manis banget
• Cool, good listener
• Baek, sometime nyebelin (SMS gw bales napa! Gw nunggu tau !!)

Menurut si B
• Sumber awet muda gw !! Gila !
• LO punya stok banyolan berapa banyak !!
• Kalo gw bete, tinggal deket-deket Lo, gw Hepi…badut ! he !
• Jangan ngebut yah…
• Yang gw suka dari lo..waktu lo bela-belain ke Ciledug..lumayan usaha…
• Keep caio !

Menurut si C
• Bae
• Luchu ?
• Punya sesuatu yang besar dibalik senyumnya
• Kalo bawa motor ati-ati ya…
• Lumayan modis walaupun sedikit anak mami

Menurut si D
• Seseorang yang kurang pendiriannya
• Untuk nolong orang masih menghitung utung rugi
• Namun, penuh tanggung jawab
• That’s all

Menurut si E
Ja sebenarnya gw iri sama Lw, coz Lw tuh keliatan gak punya masalah & selalu happy. Lw orangnya…bae, cupu, smart, & always happy, dah segitu aja

Menurut si F
• Kocak
• Gila (dalam arti yang sebenarnya)
• Menyenangkan
• Jail
• Gak jelas & senang bgt nyebut dirinya ganteng (???)
• Tp dibalik itu semua, dy punya masalah yang beratz deh tapi dy gak mo sharing…
• Mudah-mudahan bisa berubah..

Mereka dinamai A,B,C,..dan seterusnya bukan karena orang tuannya tak kreatif menamai anak, tapi karena memang demi menjaga pemilu yang jurdil, kami merahasiakan nama-nama yang memberi pendapat. Yah, walaupun aku bisa saja tebak-tebak buah manggis siapa kiranya yang menulis ini dan yang menulis itu, diterka dari tulisantangannya. Tapi bukan itu yang terpenting. Pendapat-pendapat ini bagaikan cermin buat ku. Aku jadi tahu ternyata begini aku ditengah-tengah mereka karena memang kadang kita berniat lain tapi keluarnya lain atau ditangkap lain oleh orang.
Lucu-lucu pendapat mereka tentang diriku. Ada yang nyindir, kritik pedas, gertak sambal, kurang asin, atau asem manis. Ada yang main fisik bahkan ada yang terang-terangan ngajak berantem…hehe, ya gak ada lah. Seru!. Dan ternyata aku ini dianggap gila dan menyenangkan. Yang negative ada juga. Dianggap pendiem dan tertutup, tak mau cerita-cerita kalau ada masalah.ehm…ada juga yang bilang ‘cupu’. Waduh Ki, itu mah memang bawaan dari lahir. Sekali culun yah tetap culun. Tak bisa dibasuh-basuh…
Tapi itu pendapat-pendapat mereka di awal-awal masa kuliah. Kira-kira sekarang begaimana yah pendapat kalian tentang saya? Pasti sudah banyak yang berubah pikiran yah karena makin lama makin ketahuan belangnya (Memangnya saya bangsa harimau punya belang??). Walau pulangnya aku digigitin nyamuk pelabuhan yang segede tawon dan bentolnya baru hilang setelah dibalsemin seminggu, aku saat itu senang sekali mendapat teman-teman baru karena sudah agak bosan main dengan teman-teman lama yang dari SMA. Hehehe…PISS !

Senin, 15 Maret 2010

Inspired by the backpackers


Kemarin-kemarin aku telah melahap habis 'Tetralogi Laskar Pelangi'nya Andrea Hirata, sastrawan muda ternama bangsa ini. Ke-empat buku itu memang mendebarkan dan masing-masing menyuguhkan keistimewaannya. 'Laskar Pelangi' menceritakan betapa pendidikan merupakan hal yang berharga karena kelangkaannya. 'Sang Pemimpi' menawarkan kita kekuatan dari berani bermimpi. 'Maryamah Karpov' membuktikan bahwa cinta bisa membuat kita melakukan hal-hal gila yang sebelumnya kita kira muskil diwujudkan. Dan 'Edensor', buku ke-tiga dari tetralogi itu, merekam perjalanan dua anak melayu kurus yang miskin menjelajahi Eropa sampai Afrika.
Ikal dan Arai ber-backpacking menyusuri megahnya Eropa, luasnya Rusia, dan eksotisnya Afrika. Mereka bertualang dengan mengandalkan kemampuan mereka menampilkan seni
manusia patung di jalanan. Tanpa kartu kredit, tanpa asuransi, benar-benar hanya menggatungkan pengeluaran dari mengamen seperti itu. Maka mereka makmur di negara-negara yang menjunjung tinggi seni, seperti Itali, Perancis, dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Tapi mereka bangkrut di negara-negara yang cita rasa seninya hambar seperti di Eropa Timur, Rusia, dan Afrika Utara.
Aku juga membaca sekilas buku The Story of Lonely Planet yang berkisah bagaimana pendiri percetakan Lonely Planet membesarkan usahanya melalui backpacking. Dan kini aku sedang mengikuti buku 'The Naked Traveller' karya Trinity tentang perjalanan backpacking seorang cewek Indonesia. Buku-buku tersebut tidak berbicara seputar pelancongan yang mewah di negara-negara yang banyak Mall nya atau seperti perjalanan wisata para pegawai negeri demi menghabiskan anggaran dana yang masih tersisa di akhir tahun dengan kedok 'Studi Banding'. Buku-buku itu berbicara soal para petualang yang gak betah berlama-lama di satu tempat dengan hanya bermodalkan tekad yang nekad mengarungi bola dunia ini, berkunjung ke negara-negara orang, berkomunikasi dengan berbagai macam bahasa, dan mencicipi kemegahan maupun kebobrokan budaya tiap bangsa.
Aku juga jadi terinspirasi. Sebenarnya dari kecil aku juga sering bermimpi bisa meniti tiap hektar bumi ini. Tapi aku ingin menjadi petualang yang tidak manja. Ingin merasakan putus asa saat tersesat di negeri asing. Ingin tahu rasanya diinterogasi di airport gara-gara disangka teroris. Ingin merasakan bermalam di stasiun kereta Eropa, dan ingin mengetahui pengalaman saat kita menjadi kaum minoritas di sebuah komunitas. Aku ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana yang namanya Homo Sapiens bisa berbeda-beda jalan hidupnya. Aku ingin menyimak bagaimana mereka berbeda pandang pada setiap masalah agar nantinya aku dapat memahami bahwa keanekaragaman merupakan hal mutlak dan seharusnya tak boleh menjadi masalah.
Tapi saat ini aku hanya baru bisa terinspirasi dan bermimpi karena backpacking bukanlah perkara main-main saja. Ini adalah proyek besar yang serius dengan persentase kemungkinan berhasilnya rendah. Belum lagi dari rencana-rencanan besar masa depanku, Pengusaha Muda, Musisi Ternama, atau Politikus Rupawan, agak sulit menyelipkan Backpacker Kere disana. Tapi InsyaAllah lah kalau ada niat pasti ada jalan. Yang penting saat ini selesaikan kuliah dan skripsi !